Reunian di Kantor Polisi

Untuk kesekian kalinya, saya harus berurusan dengan polisi. Kali ini bukan sebagai tersangka sebagaimana 6 tahun yang lalu dalam peristiwa Terasigate, tapi sebagai saksi kunci atas ulah anak pemilik flat yang pernah saya sewa. Meskipun sudah tidak menempati flat itu, namun saya masih punya tanggung jawab atas urusan-urusan yang berkaitan dengan Tuan Rumah. Dia ditangkap oleh State Security (28/12), pukul 23.30 Waktu Kairo karena kedapatan membawa pisau.

Sebut saja namanya Syarif. Dia memang mempunyai perangai yang kurang bersahabat. Perilakunya cukup meresahkan kami. Banyak ulah yang sudah dibuat; mulai dari menjual perabot-perabot rumah, mencuri HP dan Walkman, minta duit sampai nyelonong masuk rumah dalam keadaan mabuk. Intinya, dia suka bikin gara-gara. Puncaknya, ketika kita hendak pindahan, dia datang dalam keadaan mabuk dan mengkalkulasi kerusakan barangnya selama kita tinggal di situ. Gila !!!. Mark up dana yang dia buat, sungguh tidak masuk akal. Masak kran rusak, dia hargai Le. 350. Padahal, dengan uang Le. 5, kita sudah bisa beli baru.

Yach…urusan dengan orang mabuk sama saja urusan dengan orang gila. Parahnya, malam itu dia membawa pisau yang diambil dari dapur kami dan disimpan di saku belakang. Saat itu, ada 5 orang di dalam rumah. Mereka terkurung di dalam karena kunci pintu dipegang dia. *Suasananya persis drama penyanderaan di Iraq* hehehe

Kawan-kawan yang berada di dalam sangat kalut. Saya yang tinggal bersebelahan dengan TKP, ditelpon oleh seorang kawan yang ikut terkurung. Saya diminta datang karena Syarif minta ini dan itu. Pikir saya, kalau datang, sama saja mencari mati. Entah ada angin apa, yang jelas, begitu mendengar ceritanya, saya langsung menelpon Kedutaan, minta tolong supaya mendatangkan State Security.

Saya pun menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP). Karena alasan keamanan, saya tidak masuk ke dalam. Maklum. Kita udah saling kenal sejak 5 tahun yang lalu. Jadi kalau ada apa-apa, saya bisa jadi bahan pelampiasan.

Sambil menunggu kedatangan State Security, saya keliling-keliling sekitar TKP. Duh…badan kaku kedinginan karena lupa ngga bawa sarung tangan, perut lapar, pikiran kalut, lupa bawa rokok dll. Pokoknya campur-campur dech ngga karuan.

Tidak lama kemudian, sebuah mobil Carry berhenti di samping TKP. Dari dalam mobil, keluar seorang pemuda tampan dan tegap dengan pakaian preman. Setelah bincang-bincang, kami baru tahu ternyata itu Intelijen. Setelah dialog sebentar, kami langsung menuju TKP.

Saat itu Syarif pulang ke rumahnya -yang terletak bersebelahan dengan TKP- untuk suatu keperluan. Meski ada kerumunan massa sekitar 10 orang di TKP, namun suasana cukup hening. Tegang. 5 menit kemudian Syarif kembali ke TKP. Nampaknya dia tidak paham kalau ada Intel datang.

Intel mulai beraksi.

Setelah ditanya ini dan itu, termasuk identitas, Syarif melawan. Baru setelah yakin kalau itu intel, dia melunak meskipun sempat berang.

Akhirnya, Syarif dibawa paksa dan dimasukkan ke dalam mobil untuk diproses di Kantor Polisi. Sebagai saksi kunci, saya bersama seorang kawan ikut serta masuk ke mobil. Ada juga petugas Konsuler dari kedutaan yang menemani kami.

Dalam perjalanan, saya sempat bersitegang dengan Syarif. Pasalnya dia menuduh saya dalang di balik semua ini. Kesempatan inilah yang saya manfaatkan untuk 'fight' dengan dia. Maklum dari kemarin saya agak 'chicken' karena takut dia berbuat anarkhis. *Hahahha… beraninya kalau ada dekengan*. Gak apa-apa lah untuk kali ini. Maklum dong, postur saya cukup langsing dan ideal dibanding dia yang sizenya segedhe pemain Smackdown.

Sesampainya di Kantor Polisi, kami mengisi Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Saya sampaikan semua fakta yang ada. Intinya fakta tersebut cukup memberatkan Syarif. Syarif yang berada sekitar 1 Meter dari tempat saya duduk, cukup tegang dan berkali-kali minta maaf. Sesekali, dia mendapat tamparan petugas.

Akhirnya keputusan soal penahanan dan pembebasannya berpulang kepada kami selaku korban. Karena dari tadi bawel, untuk kesekian dia dihadiahi bogem mentah dan dimasukin ke dalam sel. Dalam sel, dia teriak-teriak mengeluh kepalanya pusing. Berkali-kali manggil saya dan berjanji tidak akan berbuat macam-macam lagi. *Dasar ini orang. Kalau ada maunya aja kayak gini*.

Dilema sekali memang. Pikiranku bergejolak antara menahan dan membebaskannya. Kalau dibebaskan, saya takut dia akan berbuat anarkhis. Di sisi yang lain, kalau dia ditahan, 2 hari lagi lebaran. Pastinya dia tidak akan bisa berlebaran. Di samping itu, saya iba setelah melihat kondisi selnya. Sel berukuran 2 x 2 meter tanpa alas lantai dan penerangan itu, cukup menjadi pertimbangan kami. Berkali-kali dia menatap saya dengan iba, merangkul sambil menangis sesenggukan meminta supaya dia dibebaskan. Ini cukup membuat hati saya terketuk.

Setelah minta pertimbangan dari sesepuh yang saat itu menemani kami, juga pertimbangan kemanusiaan, saya pun minta kepada State Security untuk membebaskannya dengan syarat, antara lain jaminan keamanan dan penyelesaian akad rumah.

Setelah menandatangani appointment, proses dilimpahkan ke Polsek guna pendalaman kasus. Syarif pun diborgol.

Saat itu, saya sempat tawarkan uang taksi petugas polisi yang mengantar Syarif. Tapi Syarif menolak. Dia bilang akan bayarin ongkos taksi. "Cari perhatian nich ceritanya".

Ketika taksi berhenti, dia memohon saya untuk ikut serta. Saya menolak karena saya ikut rombongan dari pegawai kedutaan. Lumayan bisa diskusi kecil di mobil. Saya hanya meyakinkannya kalau kami akan menyusulnya.

Setengah jam kemudian, kami sampai di Polsek. Kami sudah mendapati Syarif duduk termangu menunggu kami. Begitu kami datang, kasus ini langsung diproses.

Sambil menunggu salinan berkas, saya jalan-jalan sekitar ruangan. Tiba-tiba mata saya tertuju pada sel di salah satu sudut ruangan. Anda tahu kenapa?. 6 tahun yang lalu, saya pernah menjadi penghuni di situ selama lebih kurang 10 jam gara-gara sambal terasi. Dasar orang Mesir. Masak terasi dibilang ganja. Jangan-jangan ganja khas Mesir baunya kayak terasi hahahhaha.

Ketika saya sampaikan hal itu, polisi yang bertugas di situ keheranan. Dia pun menerawang ke atas dan menebak, "Kejadiannya sekitar tahun 2000 khan?", tanyanya. "Iya", jawabku sambil mengangguk.

Usut punya usut, ternyata polisi itu yang dulu menyidik saya ketika kasus bakaran terasi. Yach, nganter si Syarif jadinya malah reunian. "Kalau kangen, kamu boleh nginep semalaman dech", candanya sambil menunjuk sel yang sudah berpenghuni. "Syukran", jawabku sambil ketawa

Setelah salinan berkas selesai, saya dan Syarif membubuhkan tanda tangan. Persoalan selesai. Intinya, kami memaafkan dia dan minta kepada pihak yang berwenang untuk membebaskannya.

Begitu mendengar bebas, dia langsung merangkul dan tidak henti-hentinya menciumi saya. Hahahhaha ngeri juga dicium sesama jenis. "Terima kasih Aziz", ucapnya sambil menepuk-nepuk pipi saya. Matanya berlinang.

Setelah itu kami meninggalkan Polsek pada pukul 02.00 dinihari.

Selamat Idul Adha dan Tahun Baru


SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA
&
TAHUN BARU 2007


Awal yang baik untuk membuka lembaran-lembaran baru
Selamat belajar dan berdoa
Semoga tetap semangat dalam berkarya

Patutkah KIta Berbangga Sebagai Muslim?


Kemarin (23/12), saya datang ke Tarzi (penjahit) di kawasan Down Town. Sehari sebelumnya saya sudah buat appointment via telpon bahwa esok hari saya akan datang pukul 14.00 Waktu Kairo. Karena perjalanan macet, saya terlambat 1 jam. Sesampainya di sana, tiba waktu Ashar. Dia pun nampak buru-buru hendak sholat jamaah di masjid. Dia mengajak saya berjamaah. Tapi karena kondisi saya yang kurang fit karena kecapekan, saya bilang, "Saya istirahat dulu. Kamu duluan aja ntar saya susul".

Setelah selesai semua urusan, saya pamitan. "Kenapa buru-buru. Duduk dulu dong. Gimana kalau kita ngesyai (nge-teh) dulu", sambil mencegah saya yang sudah beranjak dari tempat duduk. "Syukran (terima kasih)", jawabku.

Kita pun akhirnya ngobrol-ngobrol ringan. Dia banyak menanyakan tentang Indonesia. Maklum saja. Sepertinya dia ngga begitu up date dengan perkembangan yang ada. Saya pun memaparkan hal-hal global tentang kondisi Indonesia, misalnya jumlah penduduk Indonesia dan prosentase umat Islam. Juga sistem hukum yang berlaku dan sebagainya.

Saya katakan, "Meskipun muslim Indonesia adalah kaum mayoritas, namun bukan berarti Indonesia menerapkan sistem Islam sebagaimana di Kerajaan Arab Saudi".

"Kenapa bisa seperti itu?", tanyanya keheranan

"Kalau pertanyaannya seperti itu, kenapa juga negaramu (Mesir) yang muslimnya mayoritas sistem hukumnya juga sama dengan kita (Indonesia)", tanyaku

"Ok. Tapi kan kita beda dengan kalian. Kita bangsa Arab dimana al-Quran dan Nabi Muhammad Saw turun kepadanya. Kamu tahu bahasa al-Quran adalah bahasa kita (Arab). Jadi Arab adalah segala-galanya", jawabnya ngotot.

Obrolan yang tadinya ringan dan cair menjadi tegang lantaran saya menyamakan mereka (Arab) dengan kita (Non-Arab).

Saya hanya bisa tersenyum simpul mendengar jawabannya.

"Tidak ada yang hal membedakan antara Arab dan Ajam (Non-Arab). Nabi Muhammad Saw turun di Arab karena orang Arab saat itu bangsat-bangsat", jawabku sambil canda

Dia terdiam dan mukanya memerah.....

"Tapi kamu harus tahu bahwa Bangsa Arab adalah semulia-mulia dan sekuat-kuatnya bangsa dimanapun. Ini sudah nash. Negara-negara Barat ibarat hewan yang tidak bermoral", tambahnya

"Nash yang mana?. Nash yang ada malah mengatakan bahwa Nabi tidak pernah membedakan antara Arab dengan Ajam. Yang membedakan hanya ketaqwaan kita. Kalau kamu bilang Arab kuat, mana buktinya?. Justru yang terjadi sebaliknya. Di tingkat elit, para pemimpin-pemimpin Arab tidak punya bargaining possition dengan Barat. Mereka tunduk dan takut ama Amerika dan Uni Eropa", kataku

"Lihat saja polemik di Palestina. Mana 'gigi' Arab. Ketika Amerika memboikot Hamas, tidak ada negara Arab yang berani 'angkat koper' memberikan suplai dana ke sana. Apakah negara Arab sudah bangkrut?. Tentu saja tidak. Itu karena mereka ditekan Amerika dan Eropa. Sekarang kalau Arab punya bargaining dengan Barat, saya kira hal itu bisa ditangani dengan baik", tambahku.

"Iya itu karena mereka (elit-elit Arab) jauh dari agama. Mereka tidak mau bersatu", sergahnya

"Itulah jawabannya. Jadi jangan bangga dengan kearaban. Kita, baik sebagai orang Arab maupun muslim, masih harus banyak belajar berpolitik. Kalau selamanya kita menutup dialog dengan Barat, kapan kita akan bersaing dengan mereka. Jadi jangan heran kalau selama ini kita ditekan Barat", kataku singkat

"Berarti kamu tidak mempercayai bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang mulia?", tanyanya

"Bukan persoalan percaya atau tidak. Kita kan sedang membincang realita. Kalau realitanya memang Arab itu lemah di mata Barat, mereka harus segera bangkit dong. Jangan hanya masyghul dengan nash. Toh konteks nasnya juga tidak demikian", jawabku.

"Lantas, kenapa kamu ke Mesir. Ini berarti kamu masih mengakui kalau Arab itu lebih hebat dari negaramu", tanyanya dengan nada tinggi

"Hahaha...saya ke sini karena Al-Azhar, bukan karena Mesir. Meskipun banyak kelebihan, saya berani katakan bahwa dalam beberapa hal, Mesir tidak bisa dijadikan sebagai percontohan negara muslim yang baik. Lihat saja sendiri bagaimana parahnya negara Mesir", jawabku agak ketus.

Saya melihat dia semakin bingung dan tegang...

"Ya sudahlah. kapan-kapan kita sambung lagi", ujarku sambil mengakhiri dialog itu

Saya pamitan dan meninggalkan tempat itu.

-----

Kawan-kawan, itu hanya contoh kecil bagaimana cara pandang orang Arab yang seringkali silau dengan kearaban mereka. kita pun demikian. Seringkali dibuat silau oleh kata ISLAM di KTP kita. Kalau dikatakan bahwa Islam adalah segala-galanya dengan segala kemuliaannya dibanding dengan agama lain, saya sepakat sekali. Tapi kita belum pernah serius mengkaji keislaman itu secara baik. Dalam keseharian kita, simbol-simbol dan hal-hal fisik yang selalu kita dahulukan. Pokoknya yang penting Islam dan berbau Arab, tanpa ada usaha serius mengelaborasi nilai-nilai universal Islam dalam dinamika kita.

Lagi-lagi kita harus menyadari bahwa kita tertinggal jauh dari Barat. Ini PR kita bersama. Sikap saling menghormati (tasamuh) dan dialog dengan komunitas lain (Barat) mutlak diperlukan. Makanya kita harus membangun optimisme untuk bangkit dan bersaing secara aktif.

Sikap underestimate berlebihan terhadap Barat juga kurang arif. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, ada hal positif yang bisa kita tiru dari Barat, misalnya IT, disiplin, semangat berkarya dan sebagainya.

Semoga kita semakin arif dalam memperkenalkan keislaman kita

Merry Christmas


Kepada segenap umat Kristiani Kami mengucapkan

SELAMAT HARI NATAL

Damai selalu.
Semoga momen ini memberikan semangat baru
untuk menjadi insan yang bermanfaat

bagi sesama dalam naungan cinta dan kasih sayang

Kenalan dengan Yesus dan Injil

"Kalau Muhammad Abduh menemukan Islam di Barat,
saya menemukan kebahagiaan di pesantren".

Apa yang menarik dari komentar tersebut. Bagi kita yang notabene muslim, komentar itu mungkin sangat biasa. Tapi menjadi luar biasa karena itu diucapkan oleh orang Kristen Liberal, dalam suatu obrolan pagi, yang memberikan apresisasi luar biasa terhadap lingkungan pesantren. Menurutnya, tradisi scholastic dikembangkan dengan baik oleh pesantren.

Saya tidak hendak mengupas jauh; kenapa dia 'kepencut' ama pesantren. Paling tidak, saya menilai bahwa kawan saya ini cukup enjoy untuk diajak membincang masalah ini lebih dalam. Karena ini persoalan teologi yang rentan menimbulkan kesalahpahaman.

Dengan ditemani roti bakar, segelas kopi susu dan sebungkus rokok Cleoptara, saya mencoba menelisik lebih dalam tentang 'daleman' agama Kristen. Tidak ada sentimen agama sama sekali. Saya hanya ingin tahu lebih jauh tentang problem teologi yang dianut oleh saudara saya itu.

Obrolan ini mengingatkan saya kepada tayangan dialo
g antara Ahmad Deedat dan salah seorang pendeta di Eropa. Di sana, dengan gamblang, sang Orator berkebangsaan Afrika itu mengupas tuntas habis kejanggalan-kejanggalan yang ada di Bible.

Tentu saja saya beda dengan Deedat. Kalau dia begitu menguasai informasi ke-Bible-an dan kekristenan, bahkan menguasai bahasa Yunani, saya h
anya orang awam yang ingin tahu tentang Kristen. Boro-boro paham bahasa Yunani, paham Inggris aja udah untung...

Pertanyaan pertama yang saya lontarkan, "Bagaimana umat Kristen merespon opini mayoritas tentang kisah penyaliban Yesus?.

Sambil menghisap rokoknya dalam-dalam dan mengepulkan keluar sembari mengubah posisi duduknya, dia menjawab, "Ziz, itu memang problem yang sampai sekarang belum tuntas. Saat ini, ada upaya untuk membuktikannya lewat tes DNA. Apakah yang disalib itu Yesus (Isa) atau bukan. Dari situ kita akan tahu tentang kebenar
annya?".

Jawaban itu justru membuat saya penasaran. "Kalau memang tes DNA baru diupayakan, berarti bisa dikatakan umat Kristen belum bisa meyakini betul bahwa yang disalib adalah Isa?".

Ia terdiam.....

Saya cukup tanggap melihat ekspresinya. Karena
ini area sensitif, saya pun menghentikan pembahasan ini.

Saya mencoba untuk berbelok arah, "Lantas, problem tentang Bible sendiri gimana", lanjutku.

"Maksud anda", tanyanya serius.

Akhirnya saya mencoba menguraikan beberapa ma
klumat yang saya tahu dari materi kuliah tentang Kristen. Dengan harapan, hal ini bisa dishare dengannya.Injil berarti "Gospel" atau "berita baik" yang diajarkan Yesus Kristus selama masa tugasnya yang singkat. Beberapa penulis "Gospel" sering menyebutkan Yesus melakukan dan mengajarkan ajaran tersebut (Injil), misalnya:

1. "Demikianlah Yesus berkeliling ... memberitakan Injil... serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan." (Injil - Matius 9: 35).
2. "... barangsiapa kehilangan nyawanya karena aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya." (Injil - Markus 8: 35).
3. "... memberitakan Inji1...." (Injil - Lukas 20: 1 ).

Injil adalah kata yang sering digunakan, tetapi Injil yang bagaimanakah yang diajarkan Yesus? Menurut beberapa sumber yang saya dapat, dari 27 kitab Perjanjian Baru, hanya sedikit yang dapat diterima sebagai sabda Yesus. Umat Kristen bangga dengan Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes, tetapi tak ada sebuah pun Injil Yesus!

Dengan tulus para umat Kristiani meyakini bahwa segala sesuatu yang diajarkan Yesus berasal dari Tuhan. Itulah Injil, berita baik dan petunjuk dari Tuhan untuk bani Israil. Dalam seluruh hidupnya Yesus tidak pernah menulis sebuah kata pun, dan juga tidak memerintahkan seorang pun untuk melakukan hal tersebut. Injil yang dipergunakan saat ini adalah hasil pekerjaan tangan dari orang yang tidak diketahui namanya.

"Ziz, kalau berbicara soal ini, perlu waktu panjang. Diskusi ini lagi-lagi harus dengan basis ilmiah yang cukup rumit", ungkapnya

"Oke Mas. Saya setuju. Tapi saya hanya ingin anda bisa memetakkan deskripsi global latarbelakang historis bible yang pada akhirnya sampai di kita", tambahku penasaran.

"Begini. Sebenarnya, sampai sekarang kita belum tahu 'sumber' bible yang asli. Bible yang ada di tangan umat Kristiani sekarang, merupakan rangkuman-rangkuman yang dibuat oleh para murid Yesus tempo dulu. Bisa dikatakan, ucapan-ucapan Yesus adalah kata hikmah yang dirangkum dan dikodifikasikan. Saat itu pun, umat Kristen belum terorganisair dengan baik. Yang ada hanya padepokan-padepokan atau semacam tarekat dalam bahasa kita (Islam)". Mendengar jawaban itu, saya pun termenung.

"Lantas, kalau itu memang hasil rangkuman dari para murid Yesus, siapa yang menjamin bahwa rangkuman itu valid dan bisa dipertanggungjawabkan?", tambahku.

"Rangkuman itu sudah diperiksa secara teliti oleh suatu dewan. Jadi bisa dipertanggungjawabkan", ulasnya singkat.

Bincang-bincang singkat ini cukup menarik bagi saya. Sebagai orang yang tidak punya basis kristologi, pertanyaan itu sudah cukup membuat mumet. Saya juga tidak tahu apakah keterangan dan jawaban tersebut merupakan representasi dari doktrin Kristen yang sesungguhnya.

Anyway, lagi-lagi saya berharap tambahan informasi ini membuat kita semakin toleran dan arif terhadap kehadiran pemeluk agama lain. Dialog antar agama pun harus diselenggarakan secara sehat, tidak untuk menjatuhkan satu sama lain. Semoga bermanfaat.

Jurus Menghadapi Orang Iseng

(Pengalaman singkat jadi Freelancer-nya RCTI)

Ceritanya begini. Beberapa hari sebelum kru RCTI datang ke Kairo, untuk mengikuti "Cairo Film Market" yang barengan dengan "30th Cairo International Film Festival" di Opera House, Tahreer, Kairo, saya sempat ditelpon oleh salah seorang pegawai Kedutaan. Beliau nawarin saya untuk ikut menjaga stand RCTI yang akan berpartisipasi pada festival tersebut. Tanpa pikir panjang, saya mengiyakan. Lumayan kan buat pengalaman sebelum jadi artis Hollywood atau Bollywood hehehe.

Setelah saya oke, ada pertanyaan menggelitik; "Ziz, kamu bisa Bahasa Inggris ngga?. Saya tersenyum simpul dan geli. "Lumayan sich Pak. Dulu PR English saya dapat angka 9 ", candaku. Beliau pun tertawa. "Ya udah, kalau gitu, lusa saya telpon lagi", kata Bapak itu sambil mengakhiri pembicaraannya.

Anyway, Sabtu malam saya ditelpon lagi tentang kepastian kalau besok saya kebagian jaga. Beneran ternyata. Syukur dech.

Hari Ahad, hari pertama saya jaga stand. Rutenya lumayan gampang. Soalnya Opera House, termasuk halte yang dilintasi Metro Anfaq (KRL). So, kalau ke sana ngga akan terjebak macet.

Sesampainya di lokasi, saya sempat bingung. Maklum, tempatnya gede banget. Sampai di stand, saya sempat kaget, "Wah krunya Chinese semua". Maklum saja kru RCTI yang datang kebetulan semuanya bermata sipit. Makanya wajar saja setiap ada yang datang, dikiranya ini stand film Hongkong. Ada-ada aja.


Pertama masuk lumayan canggung. Maklum dong. Biasanya pegang diktat-diktat kuliah yang hurufnya bengkok-bengkok (Arab), sekarang berhadapan dengan katalog program TV dan CD-CD sampel film. Bismillah........

Pengalaman ini begitu menarik. Paling tidak, saya menjadi kenal dengan suasana transaksi jual-beli Hak Siar. Dalam posisi ini, saya tertuntut untuk bisa menjelaskan produk-produk film dan program lain sambil menerangkan kelebihan dan nilai jual yang bisa ditawarkan.

Di even ini, beragam orang menyambangi stand kita. Mulai dari Chief Manager,
Produser, Sutradara, Artis dan Kritikus Film, sampai dengan orang-orang iseng yang hanya nyanggong di depan TV Plasma yang tersedia sambil minta gratisan CD dan katalog. Awalnya sich kita permisif getu. Kalau mau, ambil sono. Kita punya banyak stok kok. Tapi lama-lama sebel juga kalau kebanyakan yang iseng. Orang datang minta gratisan. Udah getu rombongan lagi. Bahkan ada yang bawa tas plastik khusus untuk koleksi 'barang gratisan'.

Ya udah. Akhirnya saya harus menyiapkan jurus kuda-kuda untuk menghadapi yang
begituan. Korban pertama, orang Mesir yang berpakaian ala kadar sambil bawa bungkus plastik warna terang. Saya bisa melihat dengan jelas apa yang ada dalam plastik itu. Majalah-majalah dan poster. Ahaaaaa, sudah bisa ditebak.

Ketika dia sibuk milih-milih sampel katalog dan CD yang kami taruh di
atas meja, saya samperin itu orang, "Kalian tahu, ini film tidak ada terjemahan Arabnya. Udah getu nyetelnya harus pake DVD. Kalau kamu ngga punya DVD dan CD keburu masuk, itu mesin bisa rusak". Ya udah pasang sok mantap aja.

Yang namanya orang ngga ngerti, ya percaya aja. Tanpa basi-basi mereka ngeloyor pergi.

Bukannya pelit sich. Soalnya persediaan yang ada dikhususkan buat keperluan deal dengan beberapa Stasiun Televisi.

Tapi banyak juga yang mampir dengan maksud yang jelas. Kalau wartawan, biasanya mereka
mewawancarai kita untuk bahan reportase; kalau kritikus film, biasanya mereka ngasih comment sebagai pendahuluan sebelum minta kenang-kenangan CD film yang udah diterjemah; untuk Chief Manager dan anak buahnya, tentunya mereka melakukan deal tentang penjualan license dari produk yang ada, dan lain-lain. Kalau yang model beginian sich langsung kita kasih gratis bil balasy alias gratis.

Ada seorang pengunjung berkebangsaan Yaman, mampir dan memberikan
kesan bahwa Indonesia lebih care dengan film-film religius daripada negara Arab. Saya tanya; "Kenapa bisa berkesimpulan seperti itu?". "Tuch kamu liat artis yang berjilbab itu", jawabnya sambil menunjuk poster Film "Taqwa" yang dibintangi Nabila Syakieb. Bener ngga sich?. Terserah anda menilai.

Meskipun beberapa hari, banyak pengalaman yang saya dapatkan. Pak Apni and Mas Hendi, terima kasih atas kepercayaan dan bimbingannya. Kita tunggu lagi kedatangannya. Kalaupun ngga untuk pameran, itung-itung reuni dong ama Celopatra dan Sungai Nil.