Diskon Denda Berkat Lobi


Catatan perjalanan menghadiri ICIS II di Jakarta (Bagian I)
Kamis sore (18/6), sebelum menuju Cairo International Air Port, saya berpamitan dengan kawan-kawan. Meskipun kepulangan saya untuk mengikuti International Conference of Islamic Scholars (ICIS) di Jakarta hanya sebentar, namun suasana syahdu menyelimuti sore itu. Setelah mobil jemputan datang, saya menuju kediaman Jamal Albanna, salah seorang tokoh Mesir yang diundang pada konferensi tersebut.

Dalam perjalanan menuju bandara, kami terjebak macet. Maklum saja karena bertepatan dengan jam pulang kerja. Sepanjang jalan protokol, mobil hanya berjalan merayap. Berbagai jalur alternatif sudah dilewati tapi hasilnya nihil. Sekitar pukul 16.00 Waktu Kairo, kami sampai di Air Port.


Di sana, beberapa kawan sudah menunggu. Setelah mengecek barang-barang bawaan dan kelengkapan lainnya, kami segera check-in. Ketika penimbangan barang, problem datang. Pasalnya, buku-buku bawaan Jamal Al-Banna overweight sekitar 77 Kg. Sedangkan Emirates membatasi timbangan maksimum setiap penumpang 30 Kg. Pihak kedutaan yang saat itu ikut mengantarkan kami, menegosiasi pihak Emirates supaya barang bisa dibawa semua. Petugas bagasi deal alias menerima overweight dengan syarat, kardus berisi buku-buku yang dipak dalam 2 kardus besar tersebut, dipisah menjadi 3 bagian. Saya bersama salah seorang petugas dari kedutaan pun harus melepas jas yang kami pakai untuk mengurai tali-tali yang membalut koper itu. Setelah boarding pass dan urusan lainnya selesai, kami menuju ruang imigrasi.

Di sini saat yang paling menegangkan bagi saya. Bagaimana tidak. Hampir setahun, saya tidak memperpanjang iqamah (residence). Itu berarti saya melakukan pelanggaran sebagai warga asing yang tinggal di luar negeri. Maklum bulan-bulan masa habis iqamah saya, pihak kuliah tidak bisa mengeluarkan tashdiq (surat keterangan kuliah) sebagai prasyarat memperpanjang iqamah.

Tapi syukur. Lagi-lagi berkat lobi pihak kedutaan, urusan berjalan mulus dengan membayar biaya denda yang jumlahnya sangat kecil dari nominal yang seharusnya saya bayar. Mungkin pihak imigrasi tahu kalau yang bermasalah mahasiswa yang kantongnya tidak seberapa hehehe. Setelah itu, kami pun langsung menuju waiting-room tanpa harus melewati pintu imigrasi sebagaimana umumnya. Maklum saja ada banyak syafaat di dalam bandara yang memberikan fasilitas kemudahan bagi kami.

Sambil menunggu keberangkatan, kami duduk di salah satu café terdekat sambil menikmati secangkir coffee mix dan sepotong roti tawar. Saya pun sempat berbincang hangat dengan Jamal Albannda seputar ide-ide cemerlangnya yang selama ini sempat saya nikmati dari beberapa buku yang Ia tulis.

Bagi saya, ini merupakan kesempatan baik untuk bisa berdiskusi dengan seorang tokoh yang meskipun usianya sudah senja, namun masih produktif menulis buku. Pertama kali saya bertandang ke rumahnya di bilangan Geish Square, Abbaseya, sekitar pertengahan Agustus 2004, untuk keperluan wawancara seputar buku Nahwa Fiqh Jadid, yang dijadikan sebagai rujukan utama kawan saya yang sedang menulis tesis di Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat, Jakarta. (Bersambung...)

0 comments: