10 Oktober 7 Tahun yang Lalu (Bagian I)

Seumur hidup, mungkin saya tidak akan melupakan tanggal dan bulan itu. Bukan karena keramat tentunya. Hari itu saya merasa berada di titik zero ketika Allah SWT memberikan cobaan yang begitu berat. Iya, saya mengalami kecelakaan lalu-lintas di kawasan Abdurrasul, Kairo, yang mengakibatkan 2 temanku meninggal dunia.

Kejadian ini sekaligus mengawali kisahku menimba ilmu di Negeri Seribu Menara yang sekarang sudah memasuki tahun ke-8. Luka di bagian lengan kanan dan kepalaku serta baju kotak-kotak warna cokelat yang sudah kumuseumkan, menjadi saksi tragedi itu....


Sore itu, saya diajak Fulan (alm.) mencari makan siang. Karena tutup, kita balik pulang. Dalam perjalanan, saya sempat mengutarakan keinginan membeli meja belajar. Maklum, sebagai calon mahasiswa yang baru 2 bulan di Kairo, saya bermaksud membeli meja untuk keperluan studi. Dia pun mengiyakan dan menawari untuk menyewa mobil. Setelah saya diskusikan dengan kawan-kawan yang lain, kita pun sepakat untuk menyewa mobil dan segera menuju ke pasar Attabah.

Setelah meja didapat, kita segera pulang dan mengembalikan mobil karena waktu sewanya sudah habis. Karena ada hal tertinggal yang hendak dibeli, kita memutuskan untuk memperpanjang sewa. Sepanjang perjalanan, tidak ada firasat apapun yang kita rasakan. Secara tekhnis, mobil dalam keadaan baik tanpa gangguan. Canda tawa menyelimuti detik-detik akhir yang menegangkan itu.

Saat itu kita tengah melewati kawasan Masakin Utsman dan belok ke arah Abdurrasul untuk menuju Rabeah Square.
Karena jalur menuju Rabeah macet, kita mengambil jalan pintas yang aksesnya lebih mudah. Begitu mobil belok ke kanan, datang mobil lain dari arah yang sama dan sempat menyenggol bodi belakang. Dagggg !!!!. Karena bodi kecil, mobil pun oleng dan membentur trotoar. Pyarrrrr !!!. kaca depan pecah dan mengenai kepala saya.

Itulah saat akhir saya sadar. Entah berapa menit kemudian, saya sadar terbaring di trotoar, dilingkari police line berwarna kuning. Sempat siuman, saya langsung bangkit ditengah kerumunan masa, polisi dan ambulan.

Begitu saya dapati mobil remuk terjungkal di rel kereta, perlahan-lahan saya mulai mengingat apa yang baru terjadi. Ketika melihat 3 orang kawan saya tergolek tak sadarkan diri, rasanya kaki sudah tidak kuat menyanggah tubuh. Brak!!!, saya tersungkur jatuh di trotoar beraspal itu. Ya Allah...tolong hamba-Mu ini. Saya menangis dalam sedih. Sedih karena harus menerima ujian ini disaat jauh dari keluarga.

Tak lama kemudian, kami dibawa ambulance. Alangkah kagetnya ketika saya dalam keadaan sadar, dibaringkan dalam satu ambulance dengan kawan saya yang mengaami luka parah. Iiih..saya melihat mukanya membiru dan darah segar mengucur dari hidung dan telinganya.

Begitu sampai di rumah sakit Ta’min Sihy, kami langsung di bawa ke Unit Gawat Darurat. Setelah mendapatkan suntikan infus, badanku terasa agak mending. Di sinilah pertama kali saya dipisahkan dengan kawan-kawan karena harus mendapatkan perawatan intensif. Dengan bantuan telepon genggam milik salah seorang polisi, saya menghubungi kawan dan memintanya segera ke rumah sakit.

Hampir satu jam saya dibiarkan tanpa perawatan. Saya dimasukkan ke ruangan tua yang agak kumuh. Di saat itu, saya mengerang kesakitan karena hentakan benda keras di bagian dada. Jangankan menangis, untuk sekedar menarik-mengeluarkan nafas saja sakit.

Dalam tangis itu, saya memohon, “Ya Allah, kalau Engkau hendak menjemputku saat ini, tabahkanlah keluargaku.
Ampunilah dosa-dosaku”, rintihku dalam sepi. Tak terasa mata terpejam entah berapa lama. Tiba-tiba, saya terbangun ketika seorang suster mendorong kasur roda ke suatu kamar.

Esoknya....

Saya terbangun linglung pukul 06.00 Waktu Kairo. Ini hari pertama di rumah sakit. Selang infus masih terpasang di badan, tapi haus dan lapar tak tertahankan. Salah seorang pasien nampaknya kasihan melihat tubuhku tergolek tanpa seorang teman. Dia pun menawari sebotol air putih dan kue. Ketika saya ditanya, “takhdzul fithor wala lisha (sudah sarapan belum)?”. Saya menggeleng. Belakangan saya baru tahu bahwa saya memang tidak mendapatkan jatah makan sebagaimana pasien-pasien yang lain. Kenapa? (Bersambung..)

7 comments:

Diyan said...

Astagfirullah..nggak dapet jatah makan? what kind of hospital it was???? *bengong sambil nunggu sambungan*

Maeasti said...

Iya Mbak. Jawabannya?, tunggu aja sambungannya. Selamat menunggu :-)

Fakhrudin Aziz Sholichin said...

Penasaran ya Mbak?. Tunggu cerita selanjutnya. Sehat2 aja khan Mbak?

Er Maya said...

Astagfirullah!!..kok bisa ga dapet makan sih?..kebangetan juga ya..kek RS di sini ajah

putri said...

Berarti masih diingatkan dari apa yang terlupakan.

Karena di infus jd gak dikasih makan ya ? :D

Fakhrudin Aziz Sholichin said...

Iya kali Mbak. Jangan2 ada pilihan; infus atau makan :-). Terima kasih Mbak Putri atas kunjungannya

noorlara said...

Alhamdulillah saudara aziz terselamat dan itu tandanya Allah S.W.T amat menyayangi anda, mudah-mudahan saudara kan sentiasa dalam pemeliharaan dan kasihNYA. Insyaallah