Jika Ajal Menjemput

Apa yang anda bayangkan tentang Sakaratul Maut. Tentu saja kengerian. Ia merupakan proses dimana seseorang akan dicabut nyawanya oleh Malaikat Izrail. Proses ini sekaligus mengakhiri kisah Anak Adam menghuni planet bumi ini.

Pagi tadi, saya menyaksikan secara live bagaimana seseorang melewati detik-detik akhir itu. Begitu ngeri dan menegangkan. Jam 09.00 Waktu Kairo, saya keluar rumah untuk memprint-out surat yang hendak saya kirimkan kepada seorang kawan yang akan pulang ke Tanah Air. Setelah semuanya beres, saya pergi menuju toko alat tulis guna membeli amplop besar.

Dengan setengah berlari, saya menyusuri gang samping rumah. Tiba-tiba langkah saya terhenti lantaran ada seorang laki-laki -yang saya duga anaknya- memanggil; "Ya Ibni, lau samaht. Mumkin titla' fuq (Mas, bisa ngga naik ke atas bentar. Saya butuh pertolongan)", pintanya dengan nada memelas. Saya yang saat itu sedang membawa beberapa berkas di tangan, spontan menuju flat orang tersebut yang terletak di lantai 3.
Dari bawah, saya mendengar seorang Ibu berteriak-teriak kesakitan. Pikiran saya berkecamuk tidak menentu dan bertanya-tanya; "Apa yang terjadi?".

Sesampainya di atas, saya sudah mendapati Ibu tua renta itu duduk di atas kursi dengan posisi lemas dan menengadah pasrah ke atas. Itu menandakan bahwa kondisi tubuhnya sedang kritis.

Tanpa pikir panjang, saya langsung angkat 2 kaki kursi bagian depan, sedangkan si anak mengangkat dan menyanggah punggung kursi. Ibu itu tetap dalam posisinya. Begitu cepat langkah si anak tadi, sampai saya sempoyongan. Maklum saja, Ibu-ibu Mesir kalau sudah lanjut usia, biasanya bobotnya sudah over-weight. Jadi, tubuh mungilku pun harus mengimbangi kecepatan langkah si anak tadi.
Gerak saya menjadi susah, lantaran sandal yang saya pakai licin. Salah-salah malah bikin suasana jadi berabe.

Lantai satu dan dua kita lalui dengan diiringi rintihan si Ibu itu yang nampaknya semakin merasakan kesakitan. Teriakannya bikin lutut saya melemas. Karena posisinya tidak imbang, seringkali si Ibu nyaris jatuh. Maklum tangganya agak curam.

Sampai pada tangga pertama, si Ibu minta istirahat. Ia ingin mengenakan kembali mukenanya yang sempat terlepas. Kesempatan ini saya manfaatkan untuk mengatur nafas yang sudah tersengal-sengal.

Setelah itu, kita langsung mengangkat kembali tubuh si Ibu dengan posisi seperti semula. Yang mengherankan, saya tidak mendengar lagi rintihan-rintihan itu. Suasana hening. Pikir saya, mungkin si Ibu udah agak enakan. Saya hanya masyghul sambil mempercepat langkah supaya kita segera sampai di lantai dasar.

Taksi sudah menunggu di bawah.

Ketika kita hendak mengangkatnya ke dalam taksi, saya mendapati mata si Ibu itu membelalak tidak berkedip dengan wajah pucat. Spontan si anak pun histeris dan menangis memeluk si Ibu. Saya sempat menepuk-nepuk lengan si Ibu untuk meyakinkan apakah memang betul-betul sudah tidak ada respon.

Inna Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raajiuun. Ibu itu telah tiada.

Karena jam sudah menunjukkan pukul 10.00 Waktu Kairo, saya harus bergegas pamit dan meninggalkan si anak yang telah ditemani oleh beberapa tetangga. Penginnya sich nolong, tapi saya buru-buru hendak ke Air Port. Ma'alisy ya Akhi (Sorry ya !!!).

Kawan-kawan sekalian. Jika ajal menjemput, kita tidak akan bisa melakukan apa-apa. Hanya kepasrahan dan harapan Husnul Khotimah yang menjadi idaman setiap orang. Kisah ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa ajal akan datang sewaktu-waktu. Saat yang ada, semoga bisa kita manfaatkan untuk sebanyak mungkin menggali bekal untuk menyongsong kehidupan akhirat yang abadi.

4 comments:

noorlara said...

Ya begitulah kalau sudah ajal, kelmarin aku baru saja menziarahi keluarga angkatku yg kehilangan adik lelakinya yang meninggal hanya disebabkan deman yg sedikit. Takut ah bila terkenangkan kematian! Semoga kita dijauhkan dari kesakitan sakratul maut!

Diyan said...

ceritanya ngingetin aku untuk senantiasa berbuat baik dan beribadah kepada-Nya...

Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kesempatan dan beruntung..

Fakhrudin Aziz Sholichin said...

Noor n Diyan, makasih ya commentnya. Kematian adalah kepastan yang kita tidak tahu kapan datangnya. Kita hanya bisa berusaha untuk investasi amal untuk bekal esok.

deen said...

Trims buat postingannya..:)